LABURA, AFJNews.Online – Di Indonesia, jenis jalan diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, utamanya Fungsi dan Status ( Kewenangan ). Ini diatur dalam Peraturan Perundang Undangan, salah satunya adalah Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tantang jalan.
Umumnya kita mengetahui yang berdasarkan Status/Kewenangan Penyelenggaraan, yaitu :
– Jalan Nasional
– Jalan Provinsi
– Jalan Kabupaten
– Jalan Kota
– Jalan Desa.
Meskipun kurang umum dibahas secara luas oleh masyarakat, terdapat pula klasifikasi jalan berdasarkan kelasnya yang menentukan batas dimensi dan berat kendaraan yang boleh melintas, yaitu :
– Jalan Kelas I
– Jalan Kelas II
– Jalan Kelas III
– Jalan Kelas Khusus.
Lain halnya dengan akses jalan yang telah dibangun oleh “Mafia Kayu” di hutan lindung Hajoran Desa Hatapang, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Dengan alasan mengatas namakan permintaan masyarakat yang tidak berdomisili di hutan lindung hajoran, maka ironi yang tak terbantahkan muncul di tengah upaya pelestarian lingkungan.
Mafia kayu yang seharusnya diberantas, justru “Berjasa” membangun akses jalan sepanjang lebih kurang 6 kilometer di dalam kawasan hutan lindung Hajoran.
Praktek ini sontak memicu desakan keras dari Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia Komisariat Daerah Labuhanbatu Utara ( LMR RI Komda Labura ) yang meminta Bupati Labuhanbatu Utara dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Labuhanbatu Utara ( DPRD Labura ) untuk segera menentukan status Jalan ilegal tersebut.
Temuan LMR RI Komda Labura mengungkap adanya jaringan jalan yang dibangun secara terang terangan di dalam kawasan hutan lindung, yang disinyalir kuat merupakan fasilitas bagi aktivitas pembalakan liar.
” Jalan jalan yang dibangun oleh mafia kayu ini bukan untuk kepentingan masyarakat yang berdomisili di dalam hutan Hajoran, melainkan untuk melancarkan kejahatan lingkungan. Ini adalah Modus Operandi mafia kayu.” Tegas M.Daham sekretaris LMR RI Komda Labura kepada awak media ini Kamis ( 26/6/2025 ).
M.Daham menambahkan. “Tidak ada masyarakat yang tinggal menetap dan tidak ada masyarakat yang memiliki Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) di dalam belantara hutan Hajoran, kenapa si mafia kayu mengatasnamakan masyarakat ?” Ujarnya.
Keberadaan jalan jalan ini menjadi bukti nyata bahwa aksi perusakan hutan masih marak terjadi, bahkan di area konservasi yang seharusnya steril dari campur tangan ilegal.
LMR RI mendesak Pemkab Labura untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah konkret.
Penentuan status jalan ini, apakah akan diakui, dihancurkan, atau diambil alih, akan menjadi krusial untuk menentukan langkah hukum selanjutnya terhadap para pelaku.
“Jangan sampai karena merasa berjasa membangun jalan ini, justru menjadi celah hukum bagi si mafia kayu untuk merusak hutan lindung Hajoran. Maka Bupati dan DPRD Labura harus tegas, kooperatif dengan Aparat Penegak Hukum, dan segera menindaklanjuti temuan ini. Tegas sekretaris LMR RI Komda Labura mengakhiri.
Desakan ini diharapkan memicu gerak cepat Pemerintah Daerah untuk berkordinasi dengan pihak terkait seperti Kepolisian, TNI dan Balai Konservasi Sumbar Daya Alam ( BKSDA ) SatgasSus sapu bersih Penertiban Kawasan Hutan guna menghentikan aktivitas pembalakan liar dan memulihkan kembali fungsi hutan lindung Hajoran.