Jakarta, Afjnews.online – Momen May Day sebagai Hari Buruh Internasional merupakan momen yang tak terlupakan bagi bangsa Indonesia. Betapa tidak setelah di dekade 1965 di hadiri oleh Presiden RI Pertama, Ir Soekarno dan di tahun 2025 tepat 60 tahun lalu baru di hadiri Presiden RI Prabowo Subianto, presiden kaum buruh dan masyarakat marginal.
Hal ini terungkap dalam perhelatan Hari Buruh Internasional di Lapangan Monas Jakarta yang dimulai tepat pukul 10.00 WIB hari ini. (1/5).
Ratusan ribu buruh hadir mewakili sekitar 150 organisasi buruh yang berada di tanah air Indonesia.
Bak seorang super star, Presiden RI, Prabowo Subianto memasuki gerbang utama Monas lalu keliling menyalami buruh yang hadir dari ujung ke ujung tanpa merasa lelah.
“Hidup Buruh…Buruh Bersatu…Bela Negara… Prabowo… Prabowo…Prabowo Subianto,” sorak Raffi Ahmad selaku MC.
Peringatan Hari Buruh Internasional ini semarak setelah ditetapkan sebagai hari Libur Nasional tahun 2014 lalu.
Hari Buruh pada umumnya dirayakan pada tanggal 1 Mei, dan dikenal dengan sebutan May Day. Hari buruh ini adalah sebuah hari libur (di beberapa negara) yang berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh.
Hari Buruh lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja pada era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya.
Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.
Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey. Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja dan para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan “pengganggu ketenangan masyarakat”.
Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari “United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America”.
Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.
Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini.
Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.
Pada 1887, Oregon menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894. Presiden Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.
Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia.
Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya telah dilakukan National Labour Union di AS. Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.
Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Kongres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif pada era tersebut.
Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872, menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.
Peristiwa Haymarket, Polisi menembaki para demonstran disusul dengan perlawanan dari kaum buruh.
Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari.
Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei.
Pada tanggal 4 Mei 1886. Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir.
Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.
Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Prancis.
Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.
Indonesia mulai memperingati Hari Buruh pada tahun 1920 dengan tanggal 1 Mei.
Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Soviet, dia juga menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 setelah dia dewasa di Lapangan Tiananmen RRC, pada peringatan tersebut menurut dia juga hadir Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.
Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Di era Kabinet Merah Putih ini sesuatu yang spesial karena belum pernah terjadi Presiden RI dan jajarannya menghadiri undangan untuk Peringatan hari Buruh Internasional.
“Saya merasa undangan ini sebuah penghargaan bagi saya,” ungkap Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Lima kali saya bertarung untuk menjadi presiden, empat kali kalah dan satu kali menang. Hanya buruh yang selalu bersama saya baik pada saat kalah dan menang saat ini,” tegasnya bersemangat.
Presiden Prabowo Subianto yang hadir dalam acara peringatan Hari Buruh Internasional Tahun 2025 yang diselenggarakan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada Kamis, 1 Mei 2025 ini begitu bersemangat dan empati kepada buruh yang hadir.
Kehadirannya menjadi momen bersejarah, menjadikan Prabowo sebagai presiden pertama dalam 60 tahun terakhir yang berpartisipasi fisik dalam perayaan May Day.
Presiden Prabowo Subianto hadir langsung di tengah lebih dari 200.000 buruh yang hadir di Monas sejak pagi dari perwakilan sekitar 150an organisasi buruh di Indonesia lengkap dengan spanduk, yel-yel perjuangan, dan atribut serikat.
Dalam orasinya Prabowo menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan hak pekerja, meningkatkan kesejahteraan, dan menegakkan hukum bagi yang merugikan rakyat. “Saya akan tegakkan hukum. Mereka yang mencuri kekayaan negara akan saya tindak,” tegasnya di hadapan ratusan ribu buruh yang menyambut dengan sorak-sorai.
Ia juga menekankan pentingnya keadilan ekonomi, dengan menyatakan bahwa “kekayaan negara harus dinikmati seluruh rakyat Indonesia.” Pernyataan ini sejalan dengan janji kampanyenya untuk memperkuat perlindungan buruh, termasuk upah layak, jaminan sosial, dan pengawasan ketenagakerjaan yang lebih ketat.
Kehadiran Presiden merupakan empati mendalam. Pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan konkret, termasuk revisi UU Ketenagakerjaan untuk memperkuat posisi buruh dalam negosiasi upah, Program pelatihan vokasi untuk meningkatkan kompetensi pekerja dan penguatan pengawasan terhadap perusahaan yang melanggar hak pekerja.
May Day dihadiri oleh pimpinan DPR, MPR, menteri kabinet, Panglima TNI, Kapolri, serta perwakilan serikat buruh internasional dari 22 negara, menandakan dukungan lintas sektor terhadap agenda perburuhan.
Kehadiran Presiden Prabowo itu menjadi sinyal politik kuat bahwa isu buruh menjadi prioritas nasional, pemulihan kepercayaan buruh terhadap pemerintah setelah puluhan tahun merasa diabaikan serta awal kolaborasi erat antara pemerintah dan serikat pekerja untuk menciptakan iklim kerja yang lebih adil.
Dengan langkah itu, Prabowo tidak hanya memenuhi janji kampanye tetapi juga menorehkan sejarah baru dalam hubungan pemerintah dan kaum pekerja. “Inilah bukti bahwa suara buruh didengar,” ujar Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, yang turut hadir.
Enam tuntutan utama mewarnai peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 yang dipusatkan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Dalam momentum ini, sekitar 150 an organisasi buruh dari berbagai serikat pekerja turun ke jalan membawa aspirasi mereka, mulai dari penghapusan outsourcing hingga perlindungan hukum yang lebih kuat. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sebagai penggagas aksi, menyampaikan enam tuntutan utama yang menjadi sorotan dalam aksi damai tahun ini. Adapun enam tuntutan KPSI dalam peringatan Hari Buruh 2025 di Jakarta hari ini, yakni Penghapusan sistem outsourcing Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Realisasi upah layak Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi Pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) Peringati Hari Buruh 2025 Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan bahwa isu outsourcing merupakan sorotan utama tahun ini. Selain itu, seruan juga disampaikan untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT, yang dianggap penting untuk melindungi kelompok pekerja rumah tangga yang selama ini kurang terlindungi oleh hukum. Tuntutan lain, seperti perlindungan dari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan desakan atas upah layak, juga mencerminkan kekhawatiran para buruh terhadap kondisi ketenagakerjaan saat ini serta menyampaikan aspirasi Pahlawan Nasional dari tokoh butuh yaitu Marsinah.
Salah satu federasi buruh, FSP ASPEK Indonesia, turut menyoroti praktik kemitraan di PT Pos Indonesia yang dinilai tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Presiden FSP ASPEK, Abdul Gofur, menyatakan harapannya agar Presiden Prabowo mendengar langsung suara para buruh pada peringatan Hari Buruh 2025 di Jakarta hari ini.
Kehadiran Presiden merupakan bentuk perhatian terhadap peran strategis buruh dalam pembangunan ekonomi nasional.
Sementara itu, untuk memastikan jalannya kegiatan berjalan tertib, Polda Metro Jaya mengerahkan 13.252 personel gabungan, yang terdiri dari 9.591 anggota Polri, 3.385 personel TNI, serta 276 petugas dari pemerintah daerah. Aparat keamanan telah disiagakan di titik-titik strategis.
May Day 2025 akan dikenang sebagai titik balik dimana presiden akhirnya turun langsung, mendengarkan, dan berkomitmen memperjuangkan hak-hak pekerja. Rakyat menunggu realisasi janji, sejarah tertoreh dan dikenang rakyat hingga tereksekusi untuk kemaslahatan rakyat. Semoga.