LABURA, AFJNews.online – Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Aek Kanopan, Kabupaten Labuhanbatu Utara (RSUD Labura) lebih memilih bungkam dan tidak memberikan tanggapan resmi saat di konfirmasi oleh wakil pimpinan redaksi media AfJNews online terkait dugaan pemerasan sebesar Rp 5 juta per orang terhadap 196 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.
Keengganan pihak manajemen RSUD Aek Kanopan untuk memberikan klarifikasi ini semakin memperkuat kecurigaan adanya praktek pungutan liar (Pungli) dan dugaan pemerasan besar besaran yang dikaitkan dengan kelulusan dan biaya administrasi penerbitan Surat Keputusan (SK) penempatan kerja ratusan pegawai PPPK tersebut.
Kronologi Dugaan Pungutan Liar Ratusan Juta:
Kasus dugaan pemerasan ini mencuat setelah ratusan tenaga kesehatan (Nakes) PPPK paruh waktu RSUD Aek Kanopan mengaku diminta sejumlah uang sebagai syarat untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) penempatan mereka. Awalnya, dana yang diminta dilaporkan mencapai Rp 7 juta per orang.
Informasi yang diperoleh , pertemuan pertama pada tanggal 28 September 2025, para Tenaga Kesehatan (Nakes) lolos PPPK paruh waktu di kumpulkan disalah satu ruangan untuk melakukan pertemuan dengan Kabid Pelayanan Medik RSUD Aek Kanopan (Labura) dr Rifan Eka Putra Nasution, yang didampingi bawahannya Kasi Perawatan Hesty Fajarwati, dan staf RSUD Aek Kanopan Neny Sufrika.
Dalam pertemuan itu, dr Rifan meminta agar seluruh HP milik pegawai untuk dikumpulkan dan kemudian nantinya harus mengisi absensi diruangan sebelah.
Saat pertemuan itu, dr Rifan Eka Putra Nasution langsung memberikan arahan bahwa tenaga honorer PPPK paruh waktu harus menyetor uang Rp 7 juta dan harus menyerahkan uang dimaksud pada hari Rabu tanggal 1 Oktober 2025.
Sesuai rekaman yang di peroleh, dr.Rifan juga menjelaskan bahwa permintaan uang tersebut merupakan perintah “Pimpinan” tapi tidak dijelaskan siapa yang di maksud dr Rifan sebagai pimpinan.
Para pegawai yang keberatan langsung meminta 10 orang perwakilan mereka untuk menemui Direktur RSUD Aek Kanopan – Labura dr Juri Freza, namun sang direktur meminta para perwakilan untuk kembali menemui dr Rifan Eka Putra Nasution guna membicarakan hal tersebut.
Perwakilan PPPK ini pun menuruti arahan sang direktur, kemudian kembali menemui dr Rifan Eka Putra Nasution dan hanya mendapat jawaban bahwa pembayaran diturunkan dari senilai Rp 7 juta kini menjadi Rp 5 juta. Mengingat ada 196 pegawai yang terindikasi akan menjadi korban pemerasan, total dana diduga mencapai angka fantastis, yakni Rp 980 juta.
“Kami diminta untuk membayar dengan alasan untuk ‘administrasi’ dan ‘kelancatan SK penempatan’. Sementara gaji kami minim Rp 1.200.000 perbulannya. Tentu permintaan dr Rifan Eka Putra Nasution senilai Rp 5 juta sangat memberatkan, kami merasa diperas habis habisan.” Ujar salah satu tenaga kesehatan (Nakes) yang enggan disebut namanya kepada awak media ini Sabtu (1/11/2025).
Ada beberapa pegawai PPPK paruh waktu ini mengaku terpaksa menuruti permintaan dr Rifan tersebut karena khawatir SK penempatan mereka akan ditahan atau diperlambat dan lain lain alasan.
Upaya Konfirmasi yang Berujung Buntu:
Untuk mendapatkan klarifikasi resmi dan memastikan akuntabilitas publik, tim Afjnews online telah berupaya menghubungi direktur utama RSUD Aek Kanopan Labura. Pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp memuat pertanyaan konfirmasi pun hanya dibaca namun tidak dibalas hingga batas waktu konfirmasi yang diberikan berakhir.
Sikap bungkam dari pucuk pimpinan RSUD Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara ini menimbulkan pertanyaan besar bagi kalangan masyarakat dan pegiat anti korupsi di Labura. Keengganan ini seolah olah menguatkan dugaan bahwa manajemen RSUD Labura berupaya menutupi fakta dan “Sosok” dibalik praktek Pemerasan terhadap 196 pegawai PPPK paruh waktu di kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.
Menanggapi situasi ini, dengan bukti bukti yang ada, para korban saat ini dikabarkan sedang mengupayakan jalur hukum dan meminta perlindungan dari lembaga terkait. Publik mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Labuhanbatu Utara (DPRD Labura) untuk segera mengambil langkah tegas juga perlindungan.
Untuk mendukung Asta Cita Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo, Aktivis Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia Komisariat Daerah Labuhanbatu Utara (LMR RI Komda Labura) mendesak agar dilakukan Audit mendalam dan memberikan sanksi berat kepada oknum yang terbukti bersalah.
Afjnews online berkomitmen terus memantau perkembangan kasus dugaan pemerasan ini demi menjunjung transparansi dan keadilan bagi 196 PPPK yang dirugikan dengan dugaan Pungli.

















