Scroll untuk baca artikel
banner 468x60
Example floating
Example floating
banner 468x60
BeritaRegional

Janda Buruh Sawit Menangis di Tengah Perkebunan: “Suami Mati, Perusahaan Diam Seribu Bahasa”

Avatar photo
33
×

Janda Buruh Sawit Menangis di Tengah Perkebunan: “Suami Mati, Perusahaan Diam Seribu Bahasa”

Sebarkan artikel ini

Kubu Raya, AFJNews.online — Di sebuah rumah sederhana berdinding papan di Dusun Harapan Baru, tangis Salma (52) tak kunjung reda. Ia masih tak percaya suaminya, Hendrik Yusuf (61), pergi untuk selamanya setelah bertahun-tahun memeras keringat di pabrik kelapa sawit PT. Bumi Perkasa Gemilang (BPG PKS 10). Lebih menyayat hati, kepergian itu seolah tak berarti apa-apa bagi perusahaan tempat almarhum mengabdi sejak 2018.

“Bukan cuma kehilangan suami, saya juga kehilangan harapan. Sampai sekarang, tidak ada satu rupiah pun yang diberikan perusahaan,” lirih Salma sambil menatap foto suaminya.

Hendrik bukan pegawai biasa. Ia bekerja sebagai buruh peloding, pekerjaan berat yang menuntut tenaga ekstra setiap hari. Selama hampir 6 tahun, ia bekerja tanpa kenal lelah demi menghidupi keluarga. Namun ketika ajal menjemput pada 20 April 2025, perusahaan tempatnya bekerja justru bungkam.

Baca Juga :  Acara Halal Bihalal Poktan Karya Tani Desa Suka Makmur Berlangsung Hikmad Penuh Persaudaraan

Hendrik sempat jatuh sakit pada pertengahan 2024. Selama tiga bulan, keluarga menanggung sendiri seluruh biaya pengobatan. Tak ada bantuan, tak ada empati dari perusahaan. Begitu kondisinya sedikit membaik, Hendrik kembali bekerja. Namun pada 13 April 2025, tubuh renta itu kembali tumbang. Ia meninggal dunia seminggu kemudian dalam diam, tanpa satu pun perhatian dari manajemen perusahaan.

Baca Juga :  SPBU 3 T.66.786.07. Peribang Baru, Diduga Langgar Aturan Pendistribusian BBM Subsidi.

“Kami bahkan tak sanggup beli obat. Tapi suami saya tetap bekerja. Dia hanya ingin anak-anaknya makan,” kata Salma, mengusap air matanya yang mengalir deras.

Media telah berusaha menghubungi pihak PT. BPG PKS 10. Namun hingga kini, tak ada klarifikasi, tak ada penjelasan, tak ada sepatah kata pun keluar dari manajemen.

Kasus ini menyulut kemarahan publik. Di tengah kilauan industri sawit yang mengalirkan triliunan rupiah tiap tahun, buruh seperti Hendrik Yusuf justru mati dalam kesunyian tanpa jaminan, tanpa santunan, tanpa rasa kemanusiaan.

“Apa salahnya memberi uang duka? Setidaknya hormatilah pengabdian seseorang yang mati saat bekerja,” ujar seorang aktivis buruh lokal.

Baca Juga :  Giat Patroli Preventif Personil Polsek Balaraja Melaksanakan Pengamanan Antisipasi Guantibmas di Obyek Wisata Kolam Renang Kencana Tirta Eleven Desa Tobat

Salma kini hidup bersama sisa-sisa kenangan dan tumpukan tagihan yang belum terbayar. Ia tak meminta banyak, hanya berharap ada setitik empati dari perusahaan. “Kami bukan minta belas kasihan, kami minta hak. Hak suami saya sebagai buruh. Sebagai manusia.”

Kisah Salma adalah cermin buram dunia kerja di sektor sawit yaitu kaya hasil, miskin nurani. Akankah PT. BPG PKS 10 akhirnya bersuara? Atau akan terus membungkam suara perempuan yang kehilangan segalanya? Jika Anda membaca ini dan merasa marah, itu tanda nurani Anda masih hidup.

banner 468x60
Example 120x600